Saturday, December 20, 2008

Menghibur 1.500 Pengagum Linux

Hampir sepuluh tahun yang lalu, tepatnya 22 April 1999, saya tak menduga ada seminar Linux diminati oleh sekitar 500 orang. Info seminar itu di sini: www.elektroindonesia.com/elektro/seminar.html

Kamis, 18 Desember 2008, saya lebih terkejut lagi, karena harus presentasi, lebih tepatnya menghibur, tentang apa itu Linux dan Open Source Software, di hadapan sekitar 1.500 peserta. Ada pegawai pemda, guru, pelajar/mahasiswa, dan masyarakat umum di gedung Tegar Beriman, kompleks kantor Pemda Kabupaten Bogor, Cibinong. Seminar yang diselenggarakan oleh sebuah Warintek bekerja sama dengan Pemkab Bogor, Depkominfo, dan PGRI Kabupaten Bogor ini dalam rangka Bogor Goes Open Source.

Dari beberapa pertanyaan peserta terungkap bahwa banyak orang belum kenal apa itu Linux
dan OSS. Tidak aneh, bukan? Karena promosi/sosialisasi OSS di Indonesia masih sangat lemah.
Imho, ini tugas kita bersama dan peluang serta tantangan bagi yang mau usaha di bidang OSS. :)

Sisi kiri dari 1.500 peserta:


Sisi tengah dari 1.500 peserta:


Wakil Bupati Bogor:

Wednesday, December 10, 2008

Mengapa Kau Pilih Linux Jadi 'Istrimu'?

Judul itu pertanyaan untuk saya. Kalau ditujukan untuk wanita, "Mengapa kau pilih Linux jadi 'suamimu'?" Padahal ada Windows yang ngetop habis, seperti selebritis, terkenal dan mau kau jadikan istri atau suami. Ada juga Mac OS X yang cantik atau ganteng, meskipun tidak terkenal seperti Windows. Mengapa?

Tidak mudah menjawabnya. Namun saya coba tulis di bawah ini, dengan sub judul "Mencintai tidak selalu Menjadikan sebagai 'Istri/Suami'." Semoga Anda puas....hehehe bergaya Tukul.

Linux bisa saya "miliki" sepenuhnya, bisa saya "apa-apakan", terserah apa maunya saya. Linux, meskipun dulunya tidak rupawan, bisa saya ubah menjadi rupawan buat saya, tetap aman dari penyakit virus, dan tetap stabil tidak suka menyeleweng. Kalau saya tidak bisa mempercantiknya, saya bisa minta tolong orang lain. Memang, rupawan buat saya belum tentu rupawan buat orang lain. Tapi itulah cinta, kadang sulit diterima nalar, tapi tidak buta, karena mata hati saya melihatnya, Linux cocok jadi pasangan saya.

Kembali ke pertanyaan, mengapa tidak meminang Windows? Hah, Windows tidak mungkin saya miliki. Saya hanya bisa menyewa kalau punya duit, tapi saya tidak bisa meng"apa-apa"kan, meskipun minta tolong orang ahli, karena tidak ada bagian Windows yang dapat dibuka oleh siapapun, kecuali oleh pembuatnya.

Lalu, mengapa tidak Mac OS X, kan cantik dan sangat mudah digunakan? Mac OS X kan juga satu keluarga dengan Linux? Saya agak sulit berkomentar tentang Mac OS X, karena jujur saya akui, dialah cinta pertama saya....huuuu. Saya awalnya kenal DOS, lalu Windows 3.X, lalu Mac, saya benar-benar mabuk kepayang sama Mac OS saat itu. Tapi, meski kini Mac OS X berbasis Open Source (Darwin/FreeBSD), saya tidak bisa memilikinya, milik dalam arti sebenarnya. Mencintai itu bebas, tapi memiliki itu ada aturannya. Mencintai tidak harus menjadikannya sebagai istri/suami, bukan?

Kini, saya hanya senang memandang Mac OS X dari jauh. Kalau mau, saya masih bisa menyentuh, tapi tidak bisa menjadikan sebagai 'istri' karena Mac OS X milik Apple, demikian pula Windows itu hanya milik Microsoft. Linux 'istriku', Linux 'milikku', meskipun Linus pemegang hak ciptanya. Terima kasih Linus dan terima kasih semua pengembang FOSS. Merdeka!

Saturday, November 01, 2008

Apanya yang Gratis?

Ini ada tanya jawab virtual. Linux di tanya jawab ini mewakili software free/open source lainnya.
Tanya (T): Katanya Linux itu gratis, apanya?
Jawab (J): Yang gratis dari Linux adalah izin atau lisensi-nya.
T: Izin untuk apa?
J: Izin mendapatkan Linux itu gratis, namun bisa ada biaya untuk mendownload, mengcopy, mengirim ke tujuan pemesan, dan menginstal ke komputer.
T: Apakah hanya izin mendapatkan yang gratis?
J: Tidak, menggunakannya tidak perlu bayar izin, mempelajari cara kerja Linux tidak perlu bayar izin, mengubah atau mengembangkannya tidak perlu bayar izin, dan menyebarluaskan termasuk menyewakan dijadikan warnet atau bahkan menjualnya juga tidak perlu izin.
T: Dari mana pembuat Linux dapat uang?
J: Dari pekerjaan membuat program, termasuk saat ikut membuat Linux. Pembuat Linux biasanya tidak jualan lisensi (surat izin di bidang software).
T: Bisakah cari uang selain membuat Linux?
J: Bisa, misalnya memodifikasi Linux agar sesuai kebutuhan pengguna tertentu.
T: Adakah uang di Linux selain membuat dan memodifikasi?
J: Ada, misalnya mengemas dalam bentuk paket buku, memberikan pelatihan, menyediakan jasa dukungan teknis (technical support), membuat program tambahan yang dapat dijalankan di Linux, dan lain-lain. Sekali lagi, bukan jualan surat izin atau lisensi.
T: Apa yang gratis selain lisensi software?
J: Buku (Free Documentation License, seperti buku TIK SMA/MA berbasis Linux/FOSS), lagu (free music, seperti yang ada di CD Linux BlankOn), film (open movie, seperti film big buck bunny), naik motor di bawah 50 CC juga tidak perlu membeli driver license (SIM).
T: Oh, bolehkah saya katakan kalau Linux itu seperti motor di bawah 50 CC, yang dapat berlari sekencang motor 100 CC, namun saya tidak berlu beli SIM?
J: Boleh, meskipun tidak 100 persen tepat, karena tidak ada batasan CC di Linux...hehehe.

Wednesday, October 29, 2008

Buku TIK Berbasis Linux/OSS untuk SMA/MA

Ini blog terpendek yang pernah saya tulis (wong jarang ngeblog...hehehe).
Tadi malam (28-10-2008) saya sangat bahagia, karena ikut menemani perjalanan teman-teman guru SMA menulis buku TIK berbasis software Linux / Free / Open Source hingga dapat diterbitkan oleh Kementerian Ristek dan diserahkan ke Departemen Pendidikan Nasional untuk disebarluaskan ke seluruh SMA/MA di Indonesia. Foto serah terima:


Foto lainnya: http://picasaweb.google.com/rusmanto/PenulisBukuDanMenristek.

Friday, October 10, 2008

Menunggu Datangnya Game Windows di Linux

Masih ada sedikit kendala bagi pengguna komputer desktop untuk beralih sepenuhnya ke sistem operasi Linux. Salah satu kendala itu adalah belum tersedianya game “Windows” di Linux. Kendala lainnya, ada beberapa vendor hardware yang belum mendukung Linux dan ada beberapa program yang dianggap penting oleh pengguna hanya dapat dijalankan di MS Windows seperti untuk urusan dengan pemerintah atau pihak lain.

Anda yang sudah memilih Linux sebagai sistem operasi utama tidak perlu khawatir, karena kuantitas dan kualitas game di Linux terus meningkat seperti yang disajikan infoLINUX edisi 10/2008. Beberapa game yang tersedia di Linux itu juga dibuat mirip dengan game proprietary, misalnya LinCity yang mirip dengan SimCity, Flightgear yang mirip dengan Flight Simulator, dan sebagainya.

Game “Windows” masih sangat ditunggu-tunggu para gamers di Indonesia. Game “Windows” yang kami maksudkan adalah program permainan komputer yang dibuat khusus untuk sistem operasi MS Windows dan sangat popular bagi masyarakat Indonesia khususnya anak-anak dan remaja. Beberapa game “Windows” tersedia gratis atau berbayar di Internet. Game-game itu dapat diakses dengan komputer personal dan disediakan oleh para pengelola warnet atau game center. Meskipun sebagian game “Windows” dapat dijalankan di Linux melalui program emulator, kami melihat gamers belum merasa puas kalau game “Windows” tidak dijalankan di atas MS Windows.

Gamers sangat berharap para pembuat game popular saat ini segera menyediakan versi Linux, meskipun game itu tidak Open Source. Demikian pula para pengguna hardware tertentu seperti beberapa jenis winmodem (modem internal), scanner, dan webcam akan merasa nyaman pindah ke Linux jika para pembuat hardware itu menyediakan driver produknya untuk Linux.

Mudah-mudahan dengan semakin banyaknya pengguna Linux akan mendorong para vendor game dan hardware merilis produk atau drivernya untuk Linux. Kita tunggu saja.

Wednesday, July 09, 2008

Linux bukan hanya untuk orang IT dan kaya

Kemarin (Selasa, 8/7/2008) saya terima email yang mengingatkan saya ke masa sepuluh tahun lalu, ketika umumnya distro Linux masih sulit digunakan. Belum ada program seperti MS Office. Teman pengirim email itu bilang, sulit mengajak para guru sekolah untuk "kembali ke jalan yang benar" dengan menggunakan Linux. Kata para guru itu, Linux hanya cocok digunakan oleh lulusan perguruan tinggi jurusan IT (kuliah yang berbau komputer atau Information Technology) dan orang kaya, Linux tidak cocok untuk pengguna komputer biasa dan kaum dhuafa.

Saat ini, untuk kebutuhan sekolah umum, TK hingga SMA, RA hingga MA, sebuah CD atau DVD Linux yang telah terinstal dalam komputer, pasti siap digunakan untuk pembelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Setelah terinstal dalam komputer, Linux dapat digunakan untuk mengenal komputer, mengetik, menghitung, menggambar, membuat presentasi, mengakses internet/intranet, mendesain grafis, membuat halaman web, mengakses multimedia, dan lain-lain.

Linux jelas lebih cocok untuk kaum dhuafa, karena tidak perlu memikirkan izin atau biaya lisensi untuk menggunakannya. Linux juga cocok untuk orang kaya, yang mampu membeli komputer kelas tinggi, misalnya untuk mengedit video hasil rekaman handycam-nya atau kamera HP-nya, mengedit foto dari kamera digital-nya, atau sekadar mengubah CD-CD musiknya menjadi kumpulan lagu ogg atau mp3. Bahkan, Linux dapat menghasilkan film bagus seperti Big Buck Bunny (http://www.bigbuckbunny.org).

Memang dalam pekerjaan tertentu seperti CAD untuk mendesain rumah 3D belum mudah mendapatkan pengganti Autodesk AutoCAD, atau untuk membuat flash belum mudah menemukan pengganti Macromedia Flash. Namun untuk pendidikan dasar dan menengah hingga perguruan tinggi secara umum, Linux dan teman-temannya dari keluarga Free/Open Source Software kini siap digunakan. Tidak hanya untuk sekolah atau perguruan tinggi "kaya" (biaya masuk puluhan juta plus SPP per semeter jutaan) tapi juga perguruan tinggi "miskin" (biaya masuk gratis, SPP juga gratis atau di bawah satu juta per semester).

Catatan: Mohon maaf jika istilah miskin dan kaya itu kurang tepat. Saya belum menemukan kata yang pas selain dhuafa untuk suadara-sudara kita yang masih berat dalam memenuhi kebutuhan makan, apalagi sekolah/kuliah.

Depok, 9 Juli 2008

Saturday, May 10, 2008

Hambatan dan Solusi Linux untuk Pendidikan

Tulisan ini saya rangkum dari pengalaman saya dan teman-teman mengelola lembaga pendidikan formal (TK hingga SMA melalui http://dps.nurulfikri.com) dan non formal (http://www.nurulfikri.com):

1. Fasilitas pendidikan yang sudah kuno, misal sebelumnya menggunakan Windows 95/98 dan MS Office 97 karena komputer hanya sekelas Pentium I-II dengan RAM 64-128 MB.

* Solusi: Upgrade atau tukar tambah komputer.
* Solusi alternatif 1: Pasang jaringan dan komputer server sehingga komputer lama menjadi thin-client atau diskless.
* Solusi alternatif 2: Pilih Linux yang ringan, seperti Damn Small Linux dengan pengolah kata Abiword, spreadsheet Gnumeric, dan sebagainya.

2. Pengajar dan atau teknisi/laboran kesulitan belajar sendiri Linux dan FOSS.

* Solusi: Adakan pelatihan untuk guru dan teknisi/laboran.
* Solusi alternatif 1: Belikan CD/DVD dan atau buku Linux untuk bahan belajar guru/teknisi secara mandiri.
* Solusi alternatif 2: Ganti guru jika guru yang ada tidak mau belajar hal baru.

3. Siswa atau orang tua siswa keberatan anaknya hanya belajar Linux dan FOSS.

* Solusi: Jelaskan kepada siswa dan orang tua siswa bahwa setelah menguasai Linux dan OSS tidak akan kesulitan menghadapi Windows.
* Solusi alternatif-1: Beli 1 lisensi Windows untuk mengenalkannya kepada siswa.
* Solusi alternatif-2: Periksakan siswa atau orang tua yang menolak itu ke psikiater, jangan-jangan menderita sakit 'ketergantungan software'...hehehe, bercanda.


4. Printer dan atau perangkat keras lainnya tidak bekerja baik di Linux.

* Solusi: Cari drivernya di internet.
* Solusi alternatif-1: Tukar tambah printer atau perangkat keras dengan yang dapat dijalankan di Linux.
* Solusi alternati-2: Pertahan 1 komputer Windows untuk keperluan printer dan scanner atau menjalankan program yang belum bisa diganti. Catatan: Kalau hanya untuk printer atau scanner, bisa rugi membeli lisensi Windows, karena bisa lebih mahal daripada membeli printer atau scanner baru yang bisa dipakai di Linux.


5. Pemerintah atau pejabat dinas pendidikan tidak mendukung Linux/FOSS.

* Solusi: Demo! (Demokan contoh penggunaan Linux untuk pendidikan).
* Solusi alternatif 1: Ganti pejabat tersebut. (Kirim email ke pejabat di atasnya).
* Solusi alternatif 2: Jika semua pejabat tidak mendukung, laporkan ke KPK.
* Solusi alternatif terakhir: Gagal juga? Lupakan pemerintah. :-) Ini mengutip kata kang Onno jika menemukan masalah menghadapi pemerintah.

Tuesday, March 11, 2008

Buat apa modifikasi source code?

Saya ditanya oleh teman yang ingin menggunakan Linux, "Apa untungnya open source?"
Saya balik tanya, "Untung yang kamu maksud ini dalam hal apa, karena banyak keuntungan open source?"
"Dalam hal ketersediaan kode program atau source code," jawabnya.

Berikut ini jawaban singkat saya. Karena teman itu bukan programmer, saya menggunakan analogi. Mohon koreksi, jika analogi saya ini kurang tepat.

Salah satu keuntungannya, Linux yang open source itu dapat dimodifikasi. Ini mirip sepeda motor. Kamu dapat membongkar seluruh isi sepeda motor. Dan kamu dapat memodifikasinya, tanpa harus mengajukan izin, apalagi membayar, kepada pembuatnya. Sepeda motor itu dapat diumpamakan sebagai salah satu sistem software open source yang lengkap, misalnya Linux Ubuntu. Kamu dapat memodifikasi agar sesuai dengan kebutuhanmu. Kalau sebuah CD Ubuntu tidak bisa menjalankan mp3, vcd, dvd, dan tampilannya kurang menarik menurutmu, maka kamu dapat mengubahnya menjadi BlankOn, misalnya.

"Oke, aku ngerti sekarang," katanya sambil manggut-manggut (id: mengangguk-angguk). "Apa lagi keuntungan open source selain untuk modifikasi," tanyanya seperti makin penasaran.

Saya jawab dengan analogi lain. Open source itu mirip makanan dan obat-obatan. Semua makanan dan obat-obatan yang beredar resmi di Indonesia itu boleh disebut open source, sehingga BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) dapat mengetahui apa saja isi makanan dan obat-obatan itu. Apakah kamu mau makan atau minum yang belum jelas apa isinya? Jika ya, kamu siap mengikuti jejak almarhum Munir. (Semoga Almarhum diampuni dosa-dosanya dan diterima semua amal ibadahnya. Amiin). Saya menduga Almarhum Munir tertipu, karena Almarhum yakin bahwa minuman itu tidak mengandung racun sehingga diminumnya. Repot kalau harus minta tolong BPOM dulu sebelum minum. Ini bedanya, kalau kamu atau temanmu tahu kode program, maka kemungkinan tertipu menjadi kecil. :-)

Tuesday, January 22, 2008

Ketergantungan yang Merepotkan

Jika Anda pernah menderita ketergantungan terhadap sesuatu, misalnya rokok atau obat, Anda tentu merasakan sulit untuk menghindarinya, meskipun Anda tahu ketergantungan itu buruk. Demikian pula di bidang software komputer, Anda akan repot bila telah menderita ketergantungan terhadap software tertentu. Anda sadar salah, namun sulit menghindar karena satu dan lain hal.

Salah satu penyebab ketergantungan adalah adanya pihak lain yang tidak memberi alternatif kepada Anda. Sekadar contoh, Anda nasabah yang merasakan baiknya pelayanan sebuah bank. Namun setiap Anda akan mengakses layanan internet banking bank itu, Anda harus menggunakan IE (Internet Explorer), alias Anda mengalami ketergantungan terhadap IE. Kami menemukan contoh pertama ini adalah https://www.permatanet.com. Contoh kedua, Anda pelanggan sebuah perusahaan jasa penerbangan. Untuk melihat jadwal penerbangan atau memesan tiket melalui website perusahaan itu, Anda dipaksa pula pakai IE. Website yang kami temukan adalah http://www.mandalaair.com. Itu baru dua contoh, Anda dapat mencoba website lainnya.

Dua contoh ketergantungan di atas masih dapat diatasi, misalnya dengan menjalankan IE melalui program perantara, Wine. Anda dapat mendownload dan menginstal ies4linux untuk itu. Jika Wine dan IE gagal mengkases web-web itu, masih ada alternatif yang belum tentu mudah bagi Anda, yakni berganti langganan jasa bank atau penerbangan.

Ketergantungan menjadi sangat buruk jika benar-benar tidak ada alternatif. Contoh kasus ini adalah perusahaan yang ingin melaporkan pembayaran pajak dengan e-SPT. Saat ini, e-SPT hanya dapat dijalankan dengan MS Windows. Itu artinya pemerintah pembuat e-SPT memaksa perusahaan penggunanya membeli MS Windows, karena perusahaan yang baik pasti ingin membayar pajak dan tidak ingin menggunakan software secara tidak legal. Akhirnya bisa sangat merepotkan, misalnya Anda membeli lisensi MS Windows yang sangat mahal dibandingkan biaya mendapatkan Linux, atau Anda membuat laporan pajak tidak menggunakan komputer.

Ketergantungan lainnya berhubungan dengan hardware. Misalnya Anda membeli printer yang hanya menyediakan driver untuk MS Windows. Jika distro Linux Anda tidak berhasil menggunakan printer itu, ada dua alternatif solusi. Pertama, membeli driver yang tidak open source, misalnya TurboPrint. Kedua, menukar tambah printer itu dengan printer yang Linux Ready. Merepotkan... (InfoLINUX 02/2008)

Kita tak Bisa Lepas dari HaKI

Meskipun masih banyak rakyat Indonesia yang belum menghargai HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), dalam kenyataan sehari-hari kita melihat bahwa kepedulian akan HaKI telah menghasilkan karya-karya besar, seperti Linux dan software open source lainnya. Pencetus Free Software Richard Stallman dan pemilik hak cipta Linux Linus Torvalds adalah dua contoh orang yang sangat menghormati HaKI. Karena tidak ingin melanggar HaKI, keduanya mengembangkan software dengan lisensi yang mengizinkan orang lain bebas menggandakan dan menggunakannya, bahkan mempelajari cara kerja dan memodifikasinya.

Banyak orang boleh pro dan kontra terhadap penegakan hukum atas HaKI di Indonesia, namun kita tidak dapat terlepas dari pergaulan dunia yang telah lama mengakui hak cipta atas software dengan berbagai jenis lisensinya. Ada lisensi yang mengharuskan orang lain membayar izin atas penggunaan karya cipta. Ada pula lisensi yang bersifat sebaliknya, mendorong orang lain untuk menggunakan karya cipta tanpa harus membayar izin kepada pemilik karya cipta.

Dengan melihat kondisi keuangan pemerintah yang berat dan daya beli masyarakat Indonesia yang masih rendah, UU Hak Cipta dapat diartikan bahwa Indonesia seharusnya hanya menggunakan software dengan lisensi bebas atau open source, kecuali untuk beberapa software penting yang belum ada penggantinya. Fatwa ulama tentang HaKI juga dapat diartikan bahwa rakyat Indonesia semestinya mendahulukan penggunaan software berlisensi open source, karena fatwa atau aturan dalam suatu agama umumnya tidak dibuat untuk memberatkan ummatnya.

Pertanyaan yang biasanya mengemuka, “Mengapa masih sedikit orang yang sadar akan hukum hak cipta dan peraturan tentang HaKI lainnya?” Barangkali ini terkait dengan budaya negatif seperti korupsi dan kolusi, atau pengambilan hak yang bukan miliknya dan moral rendah lainnya. Topik-topik seputar budaya negatif itu belakangan ini menjadi pembicaraan hangat dalam berbagai forum diskusi formal maupun informal.

Solusinya? Ada dua pendekatan yang selama ini berhasil menyadarkan banyak orang, yaitu menggunakan dan menegakkan sesuai peran kita masing-masing. Telah tersedia berbagai software open source yang memenuhi kebutuhan pokok pengguna komputer, sehingga tidak banyak hambatan menggunakannya. Telah tersedia hukum formal yang jelas tentang hak cipta, sehingga tugas pemerintah menegakkannya. (InfoLINUX 01/2008)