Wednesday, December 29, 2010

Jika hari gini tidak ada FOSS, Apa Jadinya?

Jika hari gini tidak ada FOSS, Apa Jadinya?
Sebagai renungan akhir tahun 2010, mensyukuri nikmat, dan menyambut 2011.
  • Biaya jasa TIK seperti akses internet menjadi sangat mahal, karena dengan kondisi saat ini semua bisnis terkait internet sudah menggunakan FOSS, biaya akses internet masih mahal bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Juga jasa TIK lainnya.
  • Akses ke Facebook, Twitter, Google dan lain-lain menjadi berbayar mahal, sehingga kita semua akan putus hubungan dengan semua teman baik kita di internet, karena semua aplikasi internet itu dibangun dengan produk-produk berbasis FOSS yang tidak perlu biaya izin untuk menggunakannya seperti Linux, Apache, PHP, Java, Python, MySQL, dll.
  • Harga barang TIK (komputer, hp, router, access point, dan alat TIK lainnya) menjadi sangat mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pemerintah, perusahaan, pendidikan, apalagi masyarakat umum seperti saya dan Anda, karena biaya izin sistem operasi dan office saja lebih dari dua juta rupiah per satuan barang, belum program-program lainnya. Secara negara harus keluar devisa ratusan trilyun rupiah untuk menjalankan semua komputernya secara legal dan halal.
  • Akhirnya TIK menjadi tidak terjangkau oleh kita, dan kita kembali ke masa sebelum 1990. Kasihan bagi Anda yang lahir di era internet, karena tidak dapat membayangkan apa kata dunia tanpa internet...hehehe.
Semoga ini menyadarkan kita, bahwa Linux dan FOSS lainnya telah membuat hidup kita lebih indah dan bermanfaat dunia-akhirat. Mari kita bersyukur, terima kasih kepada Tuhan, yang telah membuat Linux dan FOSS terus berkembang. Dan kita mohon kepada Tuhan agar hidup kita di 2011 lebih bermanfaat bagi orang lain, salah satunya dengan berbagi Linux/FOSS.

Monday, December 27, 2010

Indahnya Memasuki Terminal di Linux


Indahnya Memasuki Terminal di Linux...

Jujur saja, saya sebenarnya kurang suka masuk terminal di Indonesia, karena terminal yang kadang harus saya masuki itu identik dengan kesemrawutan, kelambatan (ngetem), kekotoran (sampah dan WC bau), kemiskinan (banyak pengemis), bahkan kejahatan (saya pernah kecopetan ketika naik bis kota). Masuk terminal juga tidak bisa sembarangan, harus dari pintu samping atau belakang. Tidak bisa masuk lewat pintu depan, apalagi lewat "jendela" karena dianggap tidak taat aturan lingkungan terminal.


Sebaliknya, saya sangat suka masuk ke terminal Linux, karena sering memudahkan saya untuk bekerja dan berkarya sehari-hari bersama komputer bersistem operasi Linux. Terminal di Linux identik dengan kerapihan, kecepatan, kebersihan, kaya fitur, bahkan sangat bersahabat. Masuk terminal bisa melalui jendela (X Window) dengan lingkungan kerja (desktop environment) apa saja, bahkan bisa melalui pintu depan (sebelum X Window ada) atau jalur tanpa jendela (Alt-Ctrl-F1, misalnya).


Salah satu contoh, saya sering mengambil foto dengan kamera dengan resolusi tinggi agar bagus kalau suatu saat dicetak. Tapi ketika saya harus mengunggah ke internet, Facebook misalnya, saya harus mengecilkan ukuran foto itu, karena untuk menghemat waktu, biaya, dan bandwidth. Dalam waktu tiga detik saya dapat mengubah ukuran resolusi foto dari 5MP (2.500 pixel x 2.000 pixel dengan ukuran file sekitar 1 MB) menjadi resolusi 0,3MP (640 pixel x 480 pixel dengan ukuran hanya 125 KB). Perintahnya:
$ convert -resize 640 foto-asli.jpg foto-640.jpg

Klik gambar di bawah ini untuk melihat contoh Terminal yang indah itu. :-)