Tulisan ini saya rangkum dari pengalaman saya dan teman-teman mengelola lembaga pendidikan formal (TK hingga SMA melalui http://dps.nurulfikri.com) dan non formal (http://www.nurulfikri.com):
1. Fasilitas pendidikan yang sudah kuno, misal sebelumnya menggunakan Windows 95/98 dan MS Office 97 karena komputer hanya sekelas Pentium I-II dengan RAM 64-128 MB.
* Solusi: Upgrade atau tukar tambah komputer.
* Solusi alternatif 1: Pasang jaringan dan komputer server sehingga komputer lama menjadi thin-client atau diskless.
* Solusi alternatif 2: Pilih Linux yang ringan, seperti Damn Small Linux dengan pengolah kata Abiword, spreadsheet Gnumeric, dan sebagainya.
2. Pengajar dan atau teknisi/laboran kesulitan belajar sendiri Linux dan FOSS.
* Solusi: Adakan pelatihan untuk guru dan teknisi/laboran.
* Solusi alternatif 1: Belikan CD/DVD dan atau buku Linux untuk bahan belajar guru/teknisi secara mandiri.
* Solusi alternatif 2: Ganti guru jika guru yang ada tidak mau belajar hal baru.
3. Siswa atau orang tua siswa keberatan anaknya hanya belajar Linux dan FOSS.
* Solusi: Jelaskan kepada siswa dan orang tua siswa bahwa setelah menguasai Linux dan OSS tidak akan kesulitan menghadapi Windows.
* Solusi alternatif-1: Beli 1 lisensi Windows untuk mengenalkannya kepada siswa.
* Solusi alternatif-2: Periksakan siswa atau orang tua yang menolak itu ke psikiater, jangan-jangan menderita sakit 'ketergantungan software'...hehehe, bercanda.
4. Printer dan atau perangkat keras lainnya tidak bekerja baik di Linux.
* Solusi: Cari drivernya di internet.
* Solusi alternatif-1: Tukar tambah printer atau perangkat keras dengan yang dapat dijalankan di Linux.
* Solusi alternati-2: Pertahan 1 komputer Windows untuk keperluan printer dan scanner atau menjalankan program yang belum bisa diganti. Catatan: Kalau hanya untuk printer atau scanner, bisa rugi membeli lisensi Windows, karena bisa lebih mahal daripada membeli printer atau scanner baru yang bisa dipakai di Linux.
5. Pemerintah atau pejabat dinas pendidikan tidak mendukung Linux/FOSS.
* Solusi: Demo! (Demokan contoh penggunaan Linux untuk pendidikan).
* Solusi alternatif 1: Ganti pejabat tersebut. (Kirim email ke pejabat di atasnya).
* Solusi alternatif 2: Jika semua pejabat tidak mendukung, laporkan ke KPK.
* Solusi alternatif terakhir: Gagal juga? Lupakan pemerintah. :-) Ini mengutip kata kang Onno jika menemukan masalah menghadapi pemerintah.
18 comments:
Terima kasih atas artikel dan pencerahannya Pak Rus. Khususnya untuk tanggal 2 Mei yang lalu. Semoga sekolah dan dunia pendidikan di Indonesia menjadi tempat terbaik bagi penerapan HAKI, penghormatan atas lisensi software dan belajar TIK menggunakan Linux dan FOSS sebagai solusi yang terbaik..
Salam Pak Rus,
Saya Arif yg di Pemprov Aceh. Minta izin memasukkan link blog ini di blog saya: khazanaharham.wordpress.com
Sukses!
Terima kasih kembali Pak FX Eko Budi. Banyak guru dan pengelola sekolah lain berminat meniru cara Pak Eko mengenalkan Linux dan FOSS.
Silakan Pak Arif di Banda Aceh, semoga bermanfaat buat rakyat Aceh yang siap merdeka di bidang software. :-)
Intinya moral dan kesadaran sih, entah apa alasannya dari semua itu jika kita sudah tahu bahwa membajak itu hukumnya sama dengan mencuri atau menjambret, maka logikanya jadi mudah. Apa pernah selama ini orang tua, guru, murid dan pihak sekolah mempertimbangkan untuk mencuri perlengkapan laboratorium kimia hanya karena ini dianggap penting untuk praktikum Kimia.
saya baru saja mendapat kiriman buku ICT 14 paket terbitan widyautama. bagus sekali karena memuat windows dan linux bersebelahan. rencana semula untuk anak saya di SMP 1 Kartasura, perkembangan selanjutnya untuk Internet Anak Sekolah di depan kantor saya. sayang CD-nya ga ikut kekirim. tks to pak Rus sbg salah satu penulisnya.
Sedikit berbagi pak.. Kami KPLI Rantauprapat punya pengalaman mengembangkan Linux di Pendidikan. Kami berhasil 'membujuk' salah satu SMA di Kota kami untuk menggunakan Linux. Semua komputer kami install dengan Ubuntu versi 7.10, 7.04. Masih dual boot dengan Wixdxx karena permintaan dari sekolah. Hambatan teknis adalah banyak driver yang tidak terbaca dan kami terpaksa mencari sendiri drivernya secara sukarela. Setelah masalah ini teratasi muncul masalah lagi ternyata applikasi-applikasi yang dikembangkan untuk pendidikan seperti Multimedia Tutorial dikembangkan berbasis OS Wixdxxx tadi. Walaupun bisa dijalankan di Linux tapi hasilnya kurang memuaskan. Ada juga bantahan dari Guru TIK bahwa dalam kurikulum TIK disebutkan OS yang ajarkan adalah OS Wixdxxx tadi, jadi para guru beranggapan bahwa pemerintah menganjurkan OS tersebut untuk diajarkan kepada Siswa bukan Linux. Saya bukan guru dan belum pernah cek kurikulum tersebut. Andaikan benar... berarti dukungan Open Source untuk pendidikan di Indonesia belum ada..
linux adalah idealisme,
seperti musik rock..
linux memang anak muda,
dan linux adalah jiwa muda..
seperti jiwa muda-nya musik rock...
linux harus di-doktrin-kan pada generasi muda,
mulai dari anak-anak,
dari TK...
salam Linux..............
ada yang menarik dari fenomena meledaknya virus di lingkungan windows. Rekan-rekan kuliah saya banyak yang tobat gara-gara PC atau notebook mereka hancur lebur oleh virus. Rekan saya sering tanya, saya memakai AV apa? Saya cuman senyam-senyum, dan dalam hati bergumam "hari gini, sibuk sama virus?". Akhirnya saya jelaskan kalau saya memakai Linux, dan di Linux, virus-virus windows tidak bekerja. Bahkan, saya bisa menghapus virus yang ada di FD dengan mudah di Linux. Akhirnya banyak rekan saya yang tertarik dan minta di instalkan Linux di PC atau notebook mereka. Yah, alhamdulillah lah, walau mencari peluang dari kelemahan sistem lain, saya bisa mempromosikan Linux ke rekan2 kuliah saya. Dan alhamdulillah juga, walau belum menjadi OS utama, sudah ada beberapa rekan kuliah saya yang cukup tertarik dengan Linux.
Begitulah!
saya rasa,
linux belum akan di adaptasi secara masif layaknya booming windows 95 pada zaman dahulu.
Untuk pengguna komputer kelas menengah ke atas (yg senang dg oprak-oprek, walau agak sulit) mungkin Linux sangatlah menarik dan akan jadi OS superior nan handal. Tapi, untuk pengguna dasar komputer, mungkin butuh waktu untuk adaptasi Linux.
Bayangkan, jika di windows kita akan menambah aplikasi tinggal klik next, next dan next..
Di Linux, kita harus berurusan dg dependency. Cari repository, command-line, dll... Edit file text, pokoknya ribet lah pada dasarnya! Apalagi sebagian besar masy. Indonesia belum online, padahal untuk update dll, Linux sangat bergantung pada internet.
Tapi,
ke-free-an dan ke-relatif aman-an Linux akan menjadi pertimbangan yang sangat menggoda bagi siapapun..
Dan walau harus belajar oprek2 manual, justru akan menambah skill computing kita...
Salam Linux!
Sekadar tip bagi yang tidak ingin repot instal/uninstal program di Linux, gunakan distro Linux yang mudah untuk urusan itu, misalnya BlankOn (www.blankonlinux.or.id) atau keluarga Ubuntu lainnya, lalu beli DVD repository-nya. Untuk install program, tinggal klik, lalu next-next-next. :-)
iya sih Pak. Ubuntu memang salah satu distro termudah. Dengan synaptic kita bisa dengan mudah menambah software. Tapi tetap saja, kita harus menguasai bash. Walau bagimanapun, oprek sistem agar maksimal harus manual.
MAndriva juga enak. SuSE juga enak. Fedora juga.
Harus ada pelatihan pemrograman bash kayaknya :-)
Sekadar tip lagi agar enak sebagai pengguna Linux, pada saat belajar jangan menggunakan bash atau terminal. Kalau ngoprek itu beda lagi, bukan hanya pengguna biasa. Kalau kasusnya hanya install dan uninstall program, saya tidak pernah mengajarkan ke anak didik menggunakan bash.
Contoh:
- Mandriva, gunakan Mandriva Control Center - rpmdrake atau Remove/Unremove Software.
- openSUSE, gunakan Yast.
- Ubuntu, gunakan synaptic package manager.
- Fedora, gunakan yumex atau pirut.
Sekali lagi, buat Anda yang mahir Linux ingin memberikan ilmu ke yang awam Linux, lupakan dulu bash untuk sementara. :-)
sekedar berbagi tips juga. dulu, distro yang benar-benar saya gunakan adalah ubuntu. pertama saya bisa menambah software, dengan perintah dpkg -i di terminal. dan waktu itu pun, saya belum tahu tentang repo. sampai akhirnya saya tahu ubuntu menyediakan repo online di packages.ubuntu.com. tapi tetap saja bermasalah, karena saya tidak online. akhirnya saya mengambil jalan pintas, saya download manual paket satu per satu. agar tidak bingung mana dependency yang udah ada di sistem dan yang belum, saya download saja paket installer utama. kemudian saya install dg dpkg -i. nah, jika dependency belum lengkap, akan ada pesan error berupa paket2 yang belum ada di sistem. dari pesan error itu, saya catat dg manual di kertas, lalu saya ke warnet, dan saya download satu per satu dg manual. memang tidak praktis, tapi hanya itu caranya. memang sih ada wget, tapi kebanyakan warnet di tempat saya masih pakai windows. dan kalaupun ada yang pekai linux dan bisa download dg wget, tetap saja jadi tidak efisien, karena kita akan mendownload semua paket yg ada di direktori server. (mungkin saya yang belum paham parameter2 wget, seperti pemilahan paket tertenu. yang saya pahami, wget mampu mendownload secara rekrusif).
begitulah, setelah semua terdownload, saya buat repo lokal dengan dpkg-dev, dan jadilah saya punya repo sendiri.
Menanggapi tentang keluhan kpli rantauprapat tentang penolakan guru tik pada salah satu sma tersebut, bahwa kurikulum tik yang ditetapkan pemerintah adalah os berbasis windows adalah tidak benar. Guru tersebut tidak menyadari bahwa kurikulum sekarang berbasis sekolah (ktsp), dimana sekolah diberi kebebasan untuk menentukan sendiri bahan ajarnya.Usulkan saja kepada sekolah nya agar guru tsb diganti, mungkin dia gaptek kali karena tidak mengerti akan linux atau latar belakangnya tidak pas sehingga guru tsb membuat pernyataan seperti "katak dalam botol". Dalam kurikulum tik, pemerintah tidak memaksakan harus pakai windows. Saya sendiri guru smp swasta di kota medan, juga mengenalkan linux kepada siswa-siswa kami. Ayo maju terus kpli rantauprapat. Maju Linux, maju OSS.
kalau CD/DVD software berbayar dapat didapat dengan sangat mudah, seharusnya hal tersebut berlaku untuk freeware macam Linux dan aplikasi2nya.
Yang paling penting saat ini adlah ketersediaan CD/DVD repo untuk distro2 besar seperti Ubuntu, Mandriva, SuSe, Fedora atau Slackware.
Kenapa CD/DVD? Karena solusi Linux dengan internet, tidak akan membantu para pengguna Linux di Indonesia. Karena kita ketahui bersama, berlangganan internet personal masih merupakan hal yang cukup mahal dan belum banyak pengguna Linux Indonesia yang sudah memiliki internet personal.
Selain itu, forum2 Linux seharusnya pembahasannya tidak solusi internet-based. Seperti solusi apt-get ubuntu, seharusnya di fokuskan juga dan dipikirkan para pengguna Ubuntu yang tidak punya internet. Mungkin harus digalakan industri rumah tangga pembuatan repositori Linux, pasti sangat sangat bermanfaat untuk banyak orang.
Semoga saja Linux semakin maju di Indonesia.
Wah.... sangar sekali ....saya jadi takut... jangan-jangan KPK ikut ngurusin software bajakan segala, dan apa tidak ada gebrakan yang lebih keras serta mencengangkan Pak MAR...????
Jempol pak Rus
Buku-buku yang membahas tentang Linux / FOSS di pasaran masih jarang yang berbahasa Indonesia, apalagi yang membahas GIMP 2.6, OpenOffice 3.2/LibreOffice 3.3, Evolution, dll. Saya sendiri belajar linux lebih banyak lewat Internet ketimbang membaca buku. Semoga buku berbahasa Indonesia yang membahas penggunaan software open source makin banyak dan berkualitas.
Post a Comment