Thursday, April 19, 2012

Sekolah dan Perguruan Tinggi Linux

Dapatkah suatu sekolah atau perguruan tinggi dikelola dengan Linux sebagai sistem operasi utama dan produk-produk FOSS lainnya sebagai aplikasi pengelolaan/pelaksanaan pendidikan? Sudah pasti bisa, meskipun tidak bisa seratus persen pakai Linux/FOSS karena "terpaksa atau dipaksa". Linux/FOSS dapat digunakan sebagai materi pelajaran/kuliah/praktikum, alat bantu ajar (presentasi, e-learning, dll.), dan administrasi atau sistem informasi (pendaftaran, pembayaran, penggajian, dll.). Contohnya?

Contoh perguruan tinggi yang sistem utamanya pakai Linux/FOSS belum saya temukan, tapi kalau contoh penggunaan Linux/FOSS di salah satu fakultas atau program studi perguruan tinggi atau sekolah telah banyak ditemukan di Indonesia. Misalnya mulai dari yang berat, pengolahan data bisa menggunakan Scilab pengganti Mathlab, dan R sebagai pengganti SPSS yang belum tersedia di Linux dan bukan termasuk FOSS. Kalau mulai dari yang ringan, pembuatan laporan atau tugas yang berbentuk file menggunakan latex, lyx, libreoffice, atau produk FOSS lainnya yg jalan di atas Linux.

Untuk jurusan terkait komputer, belajar sisitem operasi dasar hingga networking dan security bisa dengan Linux. Pemrograman dasar bisa dimulai dengan C/C++ atau Python atau Freepascal atau lainnya. Untuk pemrograman visual bisa pakai wxwidget, atau sekalian Java dengan Eclipse agar mudah ketika kemudian belajar pemrograman Android. Database bisa pilih MySQL atau PostgreSQL. Untuk jurusan komunikasi visual atau multimedia bisa menggunakan Gimp (image editing), Blender (animasi/3D), Avidemux/Cinelerra/Kdenlive/Kino/LiVES (video editing), dsb.

Bagaimana jika ada kewajiban dari pemerintah untuk menggunakan aplikasi atau software yang hanya dapat berjalan di sistem operasi selain Linux? Itu pengecualian. Bisa mulai dengan protes atau demo ke pemerintah yang suka "maksa beli" itu. Solusi sementara, sistem operasi utama tetap Linux, lalu jalankan emulator (misal wine) atau virtual machine (misal virtualbox) untuk menjalankan software "aneh" itu.

Sertifikat, Sertifikasi, dan Ijasah

Sertifikat pendidikan dan pelatihan di Indonesia banyak macamnya. Ada sertifikat yang diberikan ketika seseorang selesai mengikuti pelatihan/seminar. Ada sertifikat yang diberikan setelah lulus pelatihan. Ada sertifikat yang diberikan setelah lulus dalam proses sertifikasi profesi/kompetensi.

Sertifikasi profesi/kompetensi juga banyak macamnya, misal profesi akademik (guru/dosen), dokter, apoteker, akuntan, dan komputer (operator, programer, system administrator, dll.). Sertifikasi profesi/kompetensi adalah proses penilaian (asesmen) yang sistematis/terstruktur berdasar standar profesi/kompetensi kerja sesuai dengan ilmu/skill/pengalaman di bidang kerja tertentu.

Istilah sertifikat biasa digunakan untuk pelatihan/pendidikan non formal. Sedangkan ijasah diberikan setelah lulus suatu tingkat pendidikan formal, mulai dari SD/MI hingga S3. Dulu ketika kita lulus TK, kita (harusnya) dapat sertifikat, bukan ijasah, karena TK bukan pendidikan formal. Ketika SD/MI kita mendapatkan pelajaran komputer, kita bisa dapat sertifikat lulus pelatihan komputer, bukan ijasah komputer. Ketika lulus SD/MI, baru kita dapat ijasah.

Apakah peserta pendidikan non formal bisa mendapatkan ijasah? Bisa! Misalnya peserta pendidikan non formal home-schooling atau kejar (kelompok belajar) setara SD/MI yang lulus ujian Paket A, non formal setara SMP/MTs yang lulus ujian Paket B, dan non formal setara SMA/MA/SMK yang lulus Paket C. Untuk keadilan dan pemerataan pendidikan, mestinya ada pendidikan non formal setara D1 (yang mendapat ijasah D1 setelah lulus ujian Paket D), setara D2 (Paket E), setara D3 (Paket F), setara D4/S1 (Paket G), setara S2 (Paket H), dan setara S3 (Paket I).