Wednesday, July 11, 2012

Mencari Rezeki dengan Linux-FOSS

Seseorang bertanya, "Kalau kita mendukung HaKI dan Open Source, dari mana kita dapat rezeki?" Sebelum menjawab, saya ceritakan dulu HaKI itu banyak rupanya, ada hak cipta, hak paten, merek dan rahasia dagang. Hak cipta suatu produk FOSS (Free/Open Source Software) adalah milik si pembuat produk itu, tapi hak mengkomersialkannya bisa menjadi milik siapa saja, selama tidak melanggar hak ciptanya. Menjual produk berlisensi FOSS tidak dilarang, selama tidak menyembunyikan kode sumbernya, tidak menarik biaya royalti atau izin mengcopy (boleh ada biaya jasa tenaga mengcopy), tidak mengakui karya orang lain sebagai karyanya, dsb. Menjual produk baru yang dibuat dengan FOSS juga tidak dilarang. 

Berikut ini sekadar contoh jenis-jenis rezeki yang dapat diperoleh dari proses penyebarluasan Linux atau FOSS lainnya terkait dengan jenis HaKI. Misalnya kita ambil kasus perusahaan pengembang software yang menggunakan sistem operasi GNU/Linux, bahasa pemrograman PHP/Java, database MySQL/PostgreSQL, server Apache, dan aplikasi perkantoran LibreOffice sebagai bagian dari "jualannya".

  • Hak Cipta: Semua nama software di atas itu berlisensi Open Source, artinya tidak harus membayar royalti untuk menggunakan dan memodifkasi. Namun, pengembang software dapat menarik biaya atas karya ciptanya, misal mengemas menjadi CD, buku manual, kotak pembungkus, biaya instalasi, biaya setting, support / maintenance, biaya modifikasi, biaya training, dll. Pengembang software juga bisa mendapatkan rezeki dari membuat software baru atau software tambahan dari salah satu atau beberapa software di atas. Jika pengembang software itu menemukan kelemahan, maka dapat memperbaiki dan melaporkan ke pengembang utamanya. 
  • Hak Paten: Jika pengembang itu membuat software tambahan khusus untuk pelanggan dan tidak ingin dituduh mengambil paten pihak lain, maka algoritma software itu dapat dipatenkan. Soal apakah pengembang akan menjual paten atau tidak, ini urusan bisnis lain lagi yang masih pro dan kontra. 
  • Merek: Pengembang dapat membuat merek baru dari hasil modifikasi atau karya software baru, lalu menjual merek itu sebagai bagian dari produk barunya atau hasil modifikasi produk lain. Menjual merek tidak sama dengan menjual royalti hak cipta software hasil modifikasi yang tidak berlaku untuk lisensi GPL (General Public License) atau yang sejenis. 
  • Rahasia Dagang: Pengembang memiliki hak merahasiakan data perusahaan pelanggan atau rahasia dagangnya sendiri, misal data karyawan, data hasil riset pemasaran, data kreditur/debitur, dsb.  
Sebagian tulisan saya ini mungkin sama dengan tulisan saya yang lain atau tulisan orang lain tanpa saya sadari, karena saya hanya menulis ulang sesuai kondisi atau pertanyaan yang saya dapatkan.

6 comments:

Wahyu "Slacky" Primadi said...

Iya kalo kita menjual product/software open source yg telah tersedia saya masih bisa setuju, tapi bagai mana jika posisinya kita itu adalah developer pertamanya (pembuat awalnya)?

Misal saya coding siang-malam selama 5 bulan berturut-turut dan menghasilkan sebuah software "A" yg kemudian saya release dgn license Open Source. Lalu ada seseorang sebut saja namanya adalah "Pak Rus" (nama fiktif) men-download software "A" tersebut beserta dengan source code-nya dan lalu mengkomersialkannya (menjual) jg memperbanyak (copy) kepada client-client-nya serta masih mengambil keuntungan dari biaya maintenance bulanan pula.

Nah, programmer/developer yg membuat software "A" itu dimana letak keuntungan secara bi$ni$ nya? Atau apakah artikel anda tersebut hanya melihat dari sudut pandang pengguna saja (bukan melihat dari sudut pandang 1st developer nya)? Kalo misalnya iya ya saya jg maklum sih, toh di endonesia sebagian besar penggemar Linux mentalnya masih mental pengguna yg hanya bisa menggunakan saja dan paling banter jg hanya memodifikasi yg sudah ada, masih sedikit sekali yg bermental penemu dan pencipta :p

ruslinux said...

Pengembang software open source juga menjual software, tapi bukan menjual lisensinya. Kalau kita menyatakan lisensi software yang kita buat itu open source, artinya kita sudah tahu dari mana dapatnya uang. Sehingga tidak akan menjadi masalah kalau ada orang lain menjualnya kembali, karena niat kita memang untuk disebarkan dan silakan djual kembali. Contoh pengembang software open source adalah RedHat, Google, dan Mozilla Inc., dll. RedHat dapat uang dengan menjual DVD dan support-nya. Google menjual Android dengan mitra produsen HP. Google dapat uang dari iklan dan support serta penjualan hardware. Contoh di Indonesia ada Briker, Linux dan software open source lainnya untuk voip (Ip PABX, dll.). Dapat uang dengan menjual Briker yang dipaket dengan hardware dan support.

Jadi, lisensi open source pertama kali dipilih pengembang karena akan menguntungkan pengembang. Pemilih lisensi open source bukan pengguna. Tentu pengguna juga diuntungkan, misal harga HP jadi murah. Contoh: hp android jauh lebih murah dari iphone dan blackberry utk spec hardware yg sama. Akhirnya, pengembang dan pengguna sama-sama untung, sama-sama tidak dirugikan oleh lisesi open source. Merdeka!

Zainal said...

Di kalangan perbankan Indonesia product open source masih terlalu beresiko diterapkan untuk aplikasi money transaction. Vendor resminya juga tidak ada yang support, ada ide untuk ini ? :). Saya sangat berharap open source bisa lebih banyak diterapkan di perbankan Indonesia.

ruslinux said...

@Zainal, saya belum menangkap maksud kalimat "terlalu beresiko diterapkan untuk aplikasi money transaction". Saya khawatir ada kesalahpahaman di pihak bank. Support vendor tetap diberikan selama bank mau membayar support. Free/Open Source tidak selalu gratis. Misal untuk membangun sistem perbankan, bank bisa meminta penawaran pengadaan (hardware, software, integrator/support) kepada vendor yg dipercayainya, internasional maupun nasional. Vendor besar pasti mau melayani pengembangan dan support berbasis FOSS jika "harga"-nya cocok. Maaf saya tidak menyebut nama vendor.

pemulungpip said...

salam hangat tetap semangat, pak rus :)

*bikin software diberikan berikut source code tidak akan bikin bangkrut, malah bikin kantong tebel. setidaknya saat ini berlaku demikian.

Iwan Prasetyo said...

salam hangat tetap semangat, pak rus :)

setidaknya ekosistem developer saat ini sangat menguntungkan kalau bisa memberikan software berikut source code. vendor untung, lembaga kursus untung, developer untung.

software yang saya buat, bukan berarti developer lain tidak bisa membuatnya. bukan suatu hal yang spesial sehingga saya harus repot menutupnya, memproteksinya sedemikian rupa.

daripada repot, bukannya lebih baik diberikan lengkap berikut source code? mau tau? pasar lebih berani bayar dengan angka yang jauh lebih besar, bahkan dari perkiraan saya sendiri, untuk software berikut source code.

setidaknya dengan model bisnis open source, saat ini saya berenang di blue ocean :)